Rabu, 30 Januari 2008

MEMBACA PETA PERAN GERAKAN KEPANDUAN HIZBUL WATHAN DALAM PERSPEKTIF PERGAULAN GLOBAL

Sekilas Organisasi Kepanduan Hizbul Wathan
Sebagai pengantar, dalam tulisan ini pembaca terlebih dahulu diajak untuk memahami organisasi kepanduan dari aspek organisasi persyarikatan maupun bernegara. Dari aspek persyarikatan, melalui SK PP Muhammadiyah No. 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 tanggal 10 Sya’ban 1420H bertepatan dengan tanggal 18 Nopember 1999M tentang pembangkitan kembali Hizbul Wathan (HW), secara tegas dinyatakan bahwa ortom HW adalah suatu sistem pendidikan kepanduan dan pembinaan watak bagi remaja putra dan putri Muhammadiyah di luar lingkungan keluarga dan di luar lingkungan sekolah. Ia berfungsi sebagai wahana pembinaan dan pengembangan putra putri Muhammadiyah dengan menerapkan prinsip dasar kepanduan dalam perwujudan ciri dan jatidiri yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kepentingan dan perkembangan bangsa serta masyarakat Indonesia. Dari aspek ketatanegaraan, keberadaan organisasi pandu sejalan dengan tuntutan Undang-undang RI Pasal 26 Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional dan penjelasannya bahwa pendidikan non-formal yang di dalamnya adalah pendidikan kepemudaan yang mencakup pendidikan kepanduan masih diharapkan untuk berperan dalam menyiapkan pemimpin bangsa atau pemimpin ummat. Sesuai sifat dan nilai-nilai perjuangan yang dikembangkan oleh organisai kepanduan pada umumnya, ortom HW memiliki ciri yang tertuang dalam rumusan komitmen Tiga Janji (Setia mengerjakan kewajiban terhadap Allah SWT, Undang-undang dan tanah air; Menolong siapa saja semampu saya; dan Setia menepati Undang-undang HW). Komitmen ini selanjutnya dijabarkan dalam bentuk perilaku berorganisasi menjadi sepuluh butir Undang-undang HW, yakni : 1) Selamanya dapat dipercaya; 2) Setia dan teguh hati; 3) Siap menolong dan wajib berjasa; 4) Cinta perdamaian dan persaudaraan; 5) Sopan santun dan perwira; 6) Menyayangi semua makhluk; 7) Siap melakukan perintah dengan ikhlas; 8) Sabar dan bermuka manis; 9) Hemat dan cermat; dan 10) Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.

Organisasi Pandu Banten Membaca.
Setelah memahami aspek filosofis, ideologis, dan strategis keberadaan organisasi kepanduan sebagaimana tersebut di atas, sekiranya untuk mempertajam pemahaman peran organisasi pandu dalam konteks pergaulan global, patut kita cermati penelitian Asian Development Bank (ADB) yang dipublikasikan dalam Key Indicator 2007 di Beijing (Merdeka, Kamis, 9 Agustus 2007) tentang fakta “Orang Miskin di Asia Semakin Terpinggirkan”. Faktanya, di China sejak 1999 hingga 2004 pertumbuhan pengeluaran 20% warga terkayanya mencapai 180% per bulan, sedangkan warga termiskinnya hanya 20%---sementara di Indonesia untuk 1999 hingga 2002 pertumbuhan pengeluaran 20% warga terkayanya mencapai 34%, warga termiskinnya hanya 10%-15%. Ketimpangan tingkat sosial ekonomi antara masyarakat kaya dan miskin ini pun ditambah lagi dengan indikasi kemiskinan ilmu yang tampak dari jumlah terbitan buku, seperti secara berurutan China-Malaysia-Vietnam-Indonesia dengan jumlah penduduk masing-masing 1,3 juta jiwa-26 juta jiwa-80 juta jiwa-220 juta jiwa, menghasilkan buku masing-masing pertahun 140.000 judul-10.000 judul-15.000 judul-10.000 judul.

Dengan asumsi fakta kajian nasional menjadi refleksi kenyataan lapangan tingkat lokal, pertanyaannya bagaimana dengan sebuah negeri Banten tempat kita berpijak saat ini? Memahami konsep mulailah dari diri sendiri (Ibda’ binafsika), selanjutnya peran apa yang seharusnya kita lakukan---termasuk dalam hal ini ortom HW yang berada diantara 9.351.470 jiwa penduduk Banten. Tentu saja kita semua sepakat idealnya adalah hasil penelitian tersebut tidak sekedar tumpukan kertas tanpa makna tersimpan di brangkas dokumen tanpa diketahui bagaimana cara menjadikannya sebagai acuan dasar sebuah kebijakan yang berwujud karya. Idealnya setiap rumusan kebijakan dapat menggerakkan potensi sumber daya yang dimiliki agar berkontribusi positif terhadap pertumbuhan sekitar 3.370.182 jiwa (36,04%) anak-anak, 240.742 jiwa (2,57%) lanjut usia, dan 5.740.546 jiwa berusia diantara 15 sampai 64 tahun. Bahkan dari optimalisasi potensi dapat dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005 yang mayoritas berasal dari sektor industri pengolahan (49,75%), diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran (17,13%), pengangkutan dan komunikasi (8,58%) dan pertanian yang hanya 8,53%. Sementara berdasarkan jumlah penyerapan tenaga kerja, industri 23,11% tenaga kerja, diikuti oleh pertanian (21,14%), perdagangan (20,84%) dan transportasi/ komunikasi yang hanya 9,50%. (Sumber: Banten dalam Angka 2006).

Membaca Kegalauan Seorang Tokoh Pandu Tua.
Dari gambaran potensi lokal yang dimiliki di atas, dalam kerangka berpikir nasional Abdul Rasyid seorang pandu tua tokoh pramuka nasional dalam makalah semiloka ”Refleksi Gerakan Kepanduan Indonesia di Masa Depan (Kampus Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta 08 September 207) mempertanyakan berbagai hal yang mungkin menjadi penyebab dan sekaligus menyanggah dengan pembuktian mengapa Indonesia masih menjadi negara miskin. Pertama, Apakah karena baru 62 tahun merdeka? Apakah umur menentukan kemakmuran suatu negara? Jelas tidak, negara tetap miskin atau maju menjadi kaya tidak tergantung pada umur negara itu. Sebagai bukti India dan Mesir, yang umurnya lebih dari 2000 tahun, tetapi mereka tetap terbelakang (miskin). Sebaliknya–Singapura, Korea Selatan, Singapore & Malaysia–negara yang umurnya kurang dari 60 tahun, saat ini menjadi bagian dari negara maju di dunia, dan penduduknya tidak lagi miskin. Kedua, Apakah sumber daya alam yang dimiliki suatu negara menentukan kondisi negara? Kenyataannya juga tidak. Indonesia memiliki kekayaan sumber alam melimpah tetapi tetap miskin. Sebaliknya, Jepang mempunyai area yang sangat terbatas---sekitar 80% daratannya berupa pegunungan dan tidak cukup untuk menghasilkan pertanian & peternakan Tetapi, saat ini Jepang menjadi raksasa ekonomi nomor dua di dunia. Jepang laksana suatu negara “industri terapung” yang besar sekali, mengimpor bahan baku dari semua negara di dunia dan mengekspor barang jadinya. Begitu juga Swiss tidak mempunyai perkebunan coklat tetapi sebagai negara pembuat coklat terbaik di dunia. Negara Swiss sangat kecil, hanya 11% daratannya yang bisa ditanami. Swiss juga mengolah susu dengan kualitas terbaik. (Nestle adalah salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia). Bahkan Swiss juga tidak mempunyai sistem keamanan dan persenjataan yang canggih, tetapi saat ini bank-bank di Swiss menjadi bank yang sangat disukai di dunia. Ketiga, Bukankah kecerdasan anak-anak negara maju lebih tinggi dibandingkan dengan kecerdasan anak-anak di negara miskin? Juga tidak. Para eksekutif negara maju yang berkomunikasi dengan temannya dari negara terbelakang sependapat tidak ada perbedaan signifikan dalam hal kecerdasan. Artinya, kecerdasan warga masyarakat bukanlah faktor penentu utama kemakmuran suatu negara. Keempat, Bagaimana dengan suku bangsa? Akankah suku bangsa tertentu memiliki kemampuan yang berbeda dengan suku bangsa lainnya? Inipun tidak terbukti. Buktinya, Cina yang diduga merupakan suku bangsa yang memiliki kelebihan di banyak negara, yang menjadi sumber daya yang sangat produktif di negara-negara maju/ kaya di Eropa, ternyata bangsa cina masih miskin.

Menyadari kontroversi pembuktian perilaku warga bangsa di atas, lalu…....apa perbedaannya? Mengapa kita masih menjadi negara miskin? Perbedaannya adalah pada sikap/ perilaku warga bangsanya, yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Dalam kehidupan, warga masyarakat memiliki hubungan yang bersifat vertikal kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa dan yang bersifat horizontal pada sesamanya. Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, ternyata mayoritas warga negaranya dalam berhubungan dengan sesamanya sehari-hari mengikuti atau mematuhi sembilan (9) prinsip dasar kehidupan, yaitu: (1) Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari; (2) Kejujuran dan integritas; (3) Bertanggung jawab; (4) Hormat pada aturan & hukum masyarakat; (5) Hormat pada hak orang/ warga lain; (6) Cinta pada pekerjaan; (7) Berusaha keras untuk menabung & investasi; (8) Mau bekerja keras; dan (9) Tepat waktu. Kenyataannya, di negara terbelakang/ miskin/ berkembang, hanya sebagian kecil masyarakatnya mematuhi prinsip dasar kehidupan tersebut. Bagaimana sikap dan perilaku warga bangsa kita?

Berhijrah Ujud Cinta Tanah Air Pandu
Menjawab berbagai kegalauan di atas, lebih lanjut Rasyid mempertanyakan adakah semua ini terjadi karena kita kekurangan kemauan untuk mematuhi dan mengajarkan prinsip dasar kehidupan antar manusia “hablumminnanaas”? Bagaimana agar warga bangsa melaksanakan sembilan (9) prinsip dasar kehidupan tersebut? Jawabnya, tiada lain adalah pendidikan termasuk lewat kegiatan kepanduan. Disini, kultur masyartakat harus menjadi sumber pengembangan sembilan prinsip dasar kehidupan. Artinya, setiap unsur kegiatan harus mengarah pada pengembangan cinta tanah air, dimana setiap individu harus bisa menjadi teladan bagi warga masyarakat yang lain. “Engkau, wahai kota

Mekkah adalah negeri yang paling saya cintai”, sabda Nabi ketika hijrah ke Madinah. Cinta tanah air, bangsa dan negaranya adalah manifestasi iman bukan sekedar sebagian dari iman. Jadi bila tidak ada cinta kepada tanah air, kepada bangsanya maka tidak ada iman di dalam dadanya. Ciri-ciri ada iman adalah cinta kepada tanah airnya (Qurais Syihab). Orang yang tidak mencintai tanah airnya boleh kita sebut sebagai pengkhianat. Orang yang beriman menempatkan negara di tempat yang tinggi. Karena tempatnya yang tinggi ini, oleh Allah tanah air disejajarkan dengan agama. Bisakah kita umat muslim melaksanakan peran tersebut? Bisa, tetapi perlu dilakukan secara sadar dan terencana serta ada dukungan dan kerjasama dari keluarga. Jika kita semua tidak memikirkan hal ini, tidak akan terjadi apa-apa pada diri kita!!! Tetapi. jika setiap individu kita tidak memikirkan hal ini, tidak menyampaikan hal ini kepada warga masyarakat yang lain, tidak akan terjadi perubahan apa-apa pada bangsa & negara kita. Bangsa & Negara kita akan tetap berlanjut dalam kemiskinan…... penderitaan….dan akan menjadi lebih miskin & menderita lagi. Kita harus mulai dari mana saja. Jawabannya, kita ingin berubah dan bertindak! ……. Perubahan harus dimulai dari diri kita sendiri. Mari kita laksanakan sembilan prinsip dasar kehidupan dalam bermasyarakat di mana saja berada. Kita bukan miskin (terbelakang) karena kurang sumber daya alam, atau karena alam yang kejam kepada kita. Kita juga bukan miskin (terbelakang) karena bodoh Kita terbelakang dan miskin karena sikap dan perilaku kita yang kurang baik. (demikian Abdul Rasyid menekankan).


Organisasi Pandu HW Banten dalam Bingkai Visi
Mengacu kepada rumusan bersama dalam rapat kerja (Padarincang 26-27 September 2006), kegiatan membangun sekolah di Kampung Kompol Baduy Luar, mendirikan amal usaha penerbit, dan kedai HW---setidaknya menjadi gambaran peran suci organisasi dalam upaya menerapkan esensi dasar jabaran visi ”Menjadi Organisasi Pandu Pembelajar yang Perduli di Banten”. Disini pembelajar berbeda dengan pelajar. Seorang disebut pembelajar tidak mesti menjadi pelajar. Kalau seorang pelajar membutuhkan ruang dan tempat untuk belajar maka sipembelajar tidak dibatasi oleh sekat waktu, ruang, negara, dan tepat. Sipembelajar akan mengatakan “alam terkembang jadi guru”, sementara seorang pelajar menyebut guru kencning berdiri murid kencing berlari. Artinya, seorang bermental pelajar cenderung menjadi peniru atau mencontoh apa yang diperbuat oleh orang yang danutnya. Berbeda halnya dengan seorang pembelajar---ia cenderung menjadi dirinya sendiri atas dasar kemampuan daya pikir, daya karsa, dan daya karya yang ia miliki. Ini artinya, seorang menjadi pembelajar apabila ia mampu mengaplikasikan dirinya sebanyak banyak manfaat bagi orang lain atau makhluk sekitar. Ini semua menjadi konsep dasar aplikasi moto warga pandu ”Aktif Meningkatkan Potensi Diri, Progressif Menebar Manfaat Bagi Negeri”. Tentunya ini semua tidak terlepas dari memelihara dan meingkatkan kemampuan dan kemauan untuk menjadi pembaharu atau senantiasa berubah ”tidak akan berubah nasib suatu kaum kalau ia sendiri tidak mau mengubahnya”.

Semoga cita-cita dan harapan ini semua menjadi sumbangsih kecil menjawab kekhawatiran hasil penelitian yang mengatakan bahwa salah satu penyebab ketimpangan ekonomi sosial antara sikaya dan simiskin (miskin harta dan miskin ilmu) adalah karena keliru dalam kebijakan pembangunan infrastruktur dan kesalahan kebijakan investasi, terutama dalam penyediaan akses bagi pendidikan dan kesehatan bagi semua lapisan masyarakat. Akhirnya patut kiranya kita mencermati kegiatan sekitar 28.800 anak muda laki-laki dan perempuan berusia 14 hingga 17 tahun dari 150 negara berkumpul di Hylands Park, Chemsford, 50 km ke arah timur laut dari London, ibukota negara Kerajaan Inggris, dari tanggal 27 Juli s.d 8 Agustus 2007. Para peserta Jambore Pramuka Sedunia (World Scout Movement) yang secara reguler empat tahun sekali di tempat dan negara yang berbeda, untuk tahun ini diselenggarakan di tempat kelahiran bapak pandu sedunia Lord Baden Powell, yang sekaligus sebagai puncak kegiatan 100 tahun Gerakan Pramuka Dunia dengan tema Satu Dunia Satu Janji (One World One Promise). Ini artinya keberadaan organisasi kepanduan dimanapun ia berada dimaksudkan sebagai wahana pendidikan untuk meningkatkan perdamaian dan saling pengertian di antara sesama---tidak sekedar kegiatan baris-berbaris dalam artian fisik, akan tetapi secara lebih luas bagaimana merapatkan dan meluruskan barisan dalam semangat saling percaya (khusnuzon), jauh sifat prasangka (suuzhon) karena akan menyebabkan keletihan kolektif tanpa tahu apa yang akan diperbuat. (Penulis; Ketua Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kwartir Wilayah Banten) Zalzulifa

Tidak ada komentar: