Rabu, 30 Januari 2008

GENERASI NYELENEH

“Bersegeralah kalian menuju amal saleh karena akan terjadi fitnah-fitnah seperti potongan gelapnya malam, dimana seorang mukmin bila berada di waktu pagi dalam keadaan beriman, maka di sore harinya menjadi kafir dan jika di sore hari dia beriman maka di pagi harinya dia menajadi kafir dan dia melelang agamanya dengan harta benda dunia (Shahih HR Muslim No. 117 dan Tirmizi)."

Memahami hadits di atas relevan kiranya dengan kenyataan dewasa ini umat islam seakan sedang diuji dari berbagai penjuru. Sudah tertinggal dalam urusan ibadah mu’amalah keduniawian, dalam urusan ibadah mahdhah pun umat dibingungkan oleh munculnya berbagai pikiran nyeleneh seakan-akan ajaran islam belum sempurna menafikan ayat terakhir (al-Maidah 3). Disatu sisi kita bangga dengan perkembangan islam di negara maju yang masyarakatnya berbondong-bondong mengucapkan dua kalimat shahadat atas kesadaran sendiri setelah melalui pemahaman dan pengkajian kritis tentang kitab suci al-qur’an. Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari di tanah air seringkali kita menyaksikan sesama penganut agama samawi pun belum mampu mengembangkan budaya dialogis dalam urusan keduniaan sekalipun Allah memerintahkan agar kembali ke al-qur’an dalam menyikapi suatu perbedaan (An-Nisa’ 59). Kalau sesama saja belum mampu menunjukkan sebagai umat yang rahmatan lilalamin bagaimana mungkin bisa menjadi rahmat bagi manusia pemeluk agama lain?.

Kalaulah kita berpikir mundur ke belakang, terlepas dari perlunya pembuktian secara akademis, suatu hal yang perlu menjadi pertanyaan ialah jangan-jangan pikiran dan sikap nyeleneh yang muncul dewasa ini sebagai produk jangka panjang yang kalau diingat semasa kecil pun penulis seringkali menyaksikan muncul wacana mengganti bismillah dengan selamat (pagi, siang, malam), pemutarbalikan fakta haram menjadi halal dan sebaliknya oleh tokoh agama, sampai islam yes politik islam no, seakan-akan memisahkan antara urusan dunia dengan urusan akhirat. Artinya, apakah mungkin berkat produk pikiran nyeleneh itu sekarang muncul generasi penerus yang sungguh lebih parah nyelenehnya pada era demokrasi dan euforia reformasi dewasa ini, seperti: wacana amandemen al-qur’an, shalat dua bahasa, menzinahi santri dengan dalih sudah dijodohkan oleh nabi untuk melahirkan anak keturunan nabi baru, dan terbitnya buku habis gelap muncullah terang yang membenarkan zinah atas dasar suka sama suka. Bahkan, kedepan kita belum tahu produk pikiran nyeleneh apalagi yang akan terkuak di berbagai media massa atas nama label agama islam.

Lebih membingungkan lagi karena faktanya secara kasat mata masyarakat menyaksikan tokoh agama hafidz qur’an pemegang kekuasaan tertinggi di instansi religi ikut serta melakukan kegiatan ritual pencarian harta karun di kuburan. Demikian pula halnya dengan tokoh yang dulunya berteriak kencang tentang pemberantasan korupsi sekarang bak iringan bebek baik secara pribadi maupun secara kolektif kelembagaan seakan-akan menanti giliran menuju kamar balik terali besi satu demi satu. Melihat para figur tokoh yang ketiban sial, apakah cukup alasan untuk membenarkan penelitian Lembaga Psikologi Universitas Padjajaran (Editorial Kompas 9 Juni 2005) bahwa tindakan korupsi cenderung dilakukan oleh orang yang memiliki tingkat kecerdasan rendah?
Kita boleh jadi salah menerjemahkan perbedaan antara cerdas dan pintar? Yang pasti, kedepan dibutuhkan figur manusia pemimpin yang memimpin, bukan dipimpin, pemimpin yang dapat menerjemahkan perilaku manajemen renang punggung, bukan renang kodok, yakni pemimpin yang cerdas mencerdaskan, bukan mencedrai; pintar memintarkan, bukan memintari; cerdas ikhlas pintar benar, bukan cerdas culas pintar keblingar. Ketidakmampuan bersaing dengan orang lain tidak semestinya menjadikan kita cenderung menggunakan otot dari pada otak---akan tetapi, raihlah kehidupan yang lebih baik dengan berpikir keras dan bekerja cerdas (Profesional dan proporsional, sebagaimana pemahaman dari Al-Baqarah 282, ayat terpanjang dari semua ayat yang ada dalam al-qur’an).


Kiat Cerdas Menepis Ajaran Nyeleneh

Menyadari berbagai bentuk perilaku nyeleneh di atas, tulisan ini bertujuan mengingatkan umat agar berhati-hati dalam memilih dan memilah perilaku keseharian dalam menegakkan dienul islam. Ingat! islam sebagai ajaran yang menuntut berserah diri, tunduk dan patuh terhadap apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang Allah menuntut setiap muslim harus menjadikan islam sebagai dasar hidupnya? Karena dengan sikap tunduk dan patuh kepada setiap hukum Allah sajalah manusia akan mendapatkan jaminan kemaslahatan dan kebaikan hidupnya. Sebagai dasar hidup manusia, islam memiliki karakter dan ciri khas yang tidak terdapat dalam agama dan aturan hidup lainnya. Berikut tips cerdas mengenali ajaran islam menepis pikiran dan ajaran nyeleneh:

1. Ajaran islam bersifat RABBANIYAH (Ketuhanan), di sini meliputi dua kriteria “rabbaniyah dalam tujuan dan sudut pandang” dan “rabbaniyah dalam sumber acuan dan konsep”. Maksud pengertian pertama ialah bahwa islam menjadikan hubungan baik dengan Allah dan mendapat redha-Nya sebagai tujuan akhir beragama. Pengaruh yang muncul dari sifat ini ialah menjadikan manusia mengetahui tujuan hidupnya. Manusia yang berjalan sesuai dengan fitrahnya, jiwanya akan selamat dari perpecahan dan konflik bathin, hatinya tidak akan terpecah di antara berbagai tujuan dan macam arah. Seorang hamba akan terbebas dari penghambaan kepada egoisme dan nafsu syahwat, karena sifat rabbanyiah akan mendudukannya pada sikap mempertimbangkan antara kesukaan dirinya dengan tuntutan agama dan ridha-Nya. Sementara rabbaniyah dalam sumber acuan dan konsep ialah bahwa agama islam hanya bersumber dari Allah dan Rasul-Nya yang tidak mungkin salah atau keliru. Manhaj islam bukan rekayasa atau buatan manusia, ambisi seseorang atau sebuah golongan, melainkan datang dari sisi Allah yang dikehendaki untuk menjadi petunjuk dan cahaya, keterangan dari kabar gembira, obat dan rahmat bagi seluruh hamba-Nya.

2. Ajaran islam bersifat INSANIYAH (Kemanusiaan)?
Islam dikatakan insaniyah dikarenakan bahwa ajaran islam diperuntukkan bagi manusia sesuai dengan fitrah dan nalurinya. Al-Qur’an yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad merupakan undang-undang yang berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia, yang dengannya manusia akan merasakan kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat. Tidak ada ajaran islam yang bertentangan dengan hati bersih manusia, fitrahnya maupun akal sehatnya. Wujud dari insaniyah ajaran islam adalah memberlakukan persamaan hak dan kewajiban kepada seluruh umat manusia tanpa memandang jabatan, pangkat, kedudukan atau warna kulit dan ras. Islam memberlakukan persaudaraan kepada seluruh umat manusia, tidak ada yang lebih mulia diantara mereka kecuali dengan ketakwaan dan keimanan kepada Allah.

3. Ajaran islam bersifat SYUMULIYAH (komprehensif)
Karakter syumuliyah menjadikan islam beda dari segala agama, filsafat, maupun mazhab yang pernah dianut manusia. Risalah islam merupakan sebuah risalah yang mencakup segala zaman dan generasi, bukan berhenti pada suatu masa atau zaman khusus. Ajaran islam meliputi seluruh persoalan hidup manusia diperuntukkan untuk seluruh golongan manusia. Wujud dari syumuliyah ajaran islam dapat dilihat dari sifat universalitas ajaran kepada seluruh golongan dan kelompok, suku dan ras, yang kuat dan yang lemah, yang kaya dan yang miskin, laki laki dan perempuan, bahkan sampai kepada golongan jin. Ajaran islam merupakan risalah manusia seutuhnya, meliputi persoalan individu dan sosial, pribadi dan kelompok. Ia juga meliputi persoalan pokok manusia, ruhnya, akalnya, tubuh dan hati nuraninya, kehendak dan nalurinya serta seluruh aspek hidupnya. Ajaran islam merupakan risalah manusia dalam seluruh fase-fase hidupnya, untuk yang muda maupun dewasa, yang besar maupun yang kecil. Bahkan sejak manusia lahir sehingga mendekati ajalnya, islam memberikan hukum dan bimbingan tentangnya. Ajaran islam merupakan risalah manusia dalam setiap aspek hidupnya, baik yang menyangkut ibadah maupun mu’amalah, akhlak dan moral, ekonomi dan politik, hukum-hukum pemerintahan dan sebagainya.

4. Ajaran islam bersifat WASATHIYAH (Pertengahan)
Ini merupakan karakter ajaran islam yang paling menonjol. Istilah lainnya adalah tawazun. Ajaran islam tidak semata-mata mempersoalkan kehidupan akhirat tanpa memberikan perhatian kepada kehidupan dunia. Wasathiyah ajaran islam menyangkut semua persoalan manusia secara adil dan berimbang. Gambaran praktis dari prinsip tawazun adalah adil dalam bersikap, menempatkan sesuatu pada tempatnya, fleksibel dan mudah, serta adil dari urusan dunia dan akhirat. Wasathiyah ini karakter ajaran islam yang paling unik, karena ia memadukan antara kedua karakter yang kelihatannya sangat bertentangan menjadi sebuah hubungan yang indah dan harmonis. Islam meletakkan kedua sikap tersebut menurut porsinya masing-masing. Teguh dan konsis dalam persoalan-persoalan yang mengharuskan untuk kekal dan lestari, sementara fleksibel atau luwes dalam masalah-masalah yang memang mengharuskan untuk berubah dan berkembang. Inilah yang menjadikan syari’at islam bisa diterima di segala tempat dan kondisi, cocok untuk segala keadaan dan masa. Ia bukan ajaran kaku yang mengekang para pemeluknya dengan ikatan-ikatan non realistis, sebaliknya ia juga bukan ajaran yang memberi kebebasan kepada manusia untuk berbuat semaunya.

5. Ajaran islam bersifat WAQI’IYAH (Kontekstual)
Pengertian waqi’iyah di sini adalah mengakui realitas alam sebagai hakekat yang memiliki eksistensi yang terlihat. Realitas islam juga tidak bertentangan dengan idealisme manusia, namun ia mengarahkan idealisme manusia pada kenyataan (realita) yang hakiki. Waqi’iyah ajaran islam meliputi seluruh aspek hidup manusia. Akidah islam yang waqi’iyah menyuguhkan hakikat-hakikat yang bisa diterima oleh akal dan membawa ketenangan jiwa serta tidak bertentangan dengan fitrah yang bersih. Ibadah islam juga bersifat Al-quraniyah, karena islam sangat memahami kondisi spiritualitas manusia yang memerlukan hubungan kontak (Ittishal) dengan Allah. Akhlak islam pun tidak terlepas dari karakter ini, ia memperhatikan kemampuan pertengahan yang dimiliki manusia, mengakui keimanannya, dorogan-dorongan kemanusiaan dan kebutuhan-kebutuhan material maupun psikis. Di antara gambaran tentang waqi’iyah nya ajaran islam adalah tidak mengharuskan pemeluknya untuk melepaskan mata pencahariannya dalam rangka beribadah.

6. Ajaran islam bersifat WUDHUH (Jelas)
Sifat wudhuh meliputi persoalan yang ushul maupun qawa’id. Dalam masalah ushul dan kaidah, ajaran islam memiliki prinsip yang jelas, yakni mengimani Allah itu Esa dan tidak ada serikat bagi-Nya. Mengimani Rasulullah dengan tidak mengikuti ajaran selainnya. Mengimani adanya hari kiamat yang pasti terjadi. Semua prinsip-prinsip ini tidak pernah bertentangan satu sama lainnya. Islam memiliki landasan sumber hukum yang jelas, semuanya bersumber dari rabbul’alamin yang Maha Perkasa dan Bijaksana. Sumber pertama adalah Al-Qur’an dan sumber kedua adalah As-Sunnah. Sasaran dan tujuan islam pun sangat pasti, yakni hanya untuk meraih ridha dan jannah-Nya.

Demikianlah tips mengenali ajaran agama islam secara kaffah. Penulis pun berpendapat untuk mengimplentasikan keinginan para petinggi agama “back to qur’an” tiada lain untuk mencegah agar umat tidak semakin terjebak pada pikiran-pikiran nyeleneh yang membingungkan. Budaya dialogis perlu terus dikembangkan dalam setiap aspek permasalahan sebagai realitas manusia yang dilengkapi kemampuan berpikir sebagai makhluk yang mendapat amanah untuk menjadi kalifah di bumi. Dan untuk tidak sekedar disebut latah, dipenghujung tulisan izinkan penulis ikut serta melontarkan pikiran nyeleneh yang tidak perlu dijadikan anutan “jangan tinggalkan sholat kecuali lupo, jangan berzinah kecuali suko samo suko, dan jangan korupsi kecuali babagi duo. Akan tetapi, pahami dan camkanlah enam kunci filosofi hidup “karajo bapaluah, makan batambuah, lalok bakaruah, buang aia lasuah, pikiran indak karuah dan jiwa tidak mangaluah”. Akhirnya, bagi para penyeleneh semoga jalan lurus “syiratal mustaqiim” selalu terbuka bagi umat yang mau berpikir dalam mencari redho-Nya.(Zalzulifa)

Tidak ada komentar: